Kamis, 29 Oktober 2015

Berita Soft News

Harus Pedulikah? Atau Dibiarkan Saja?

BEKASI- Dean (19), yang merupakan mahasiswi semester 5 di universitas swasta yang sering melancong ke Ibukota dengan menggunakan angkutan umum, dan disini ia mengungkapkan mengenai kebimbangannya untuk memberi uang untuk para gelandangan yang tak jarang mengamen bahkan dengan terang-terangan meminta uang dengan cara halus dan sedikit memaksa pada bus-bus kota. Salah satunya mengenai pengalamannya ketika menaiki bus jurusan Bekasi-Kota, terhitung sudah ada 6 pengamen yang naik turun untuk mencoba mendapatkan pundi-pundi uang, dari yang menyanyi hanya bermodalkan beras didalam botol, sampai yang rela membawa alat-alat musik bahkan hanya bermodal suara layaknya ancaman halus untuk sekedar mendapatkan uang. Dan sebagaimana umumnya yang kita lihat, bahwa kisaran umuran merekapun beragam, namun rata-rata mereka yang mengamen berada diusia produktif.

Seperti yang kita ketahui, bahwa faktor ekonomi sangat banyak pengaruhnya pada kehidupan bangsa kita ini. Sedikitnya lapangan kerja dan kurang memenuhinya sumber daya manusia merupakan permasalahan yang mendukung faktor ekonomi tadi. Bisa dibilang kita tak lagi asing dengan alasan klise kalau pencuri mencuri karena alasan ekonomi, terlalu sering untuk didengar. Banyaknya bayang-bayang kehidupan mapan pada masyarakat desa membuat mereka berbondong-bondong untuk mencari keberuntungan di Ibukota, namun kadang bukan senanglah yang didapat melainkan sesat yang didapat, karena tidak sedikit yang melakukan hal-hal yang tidak manusiawi hanya karena berharap mendapatkan sesuap nasi.


“Mereka tak jarang memaksa, namun tak jarang juga ada yang pasrah”, ujarnya. “Kalau memang layak di kasih uang ya, saya kasih”, lanjut Dean. Namun melihat adanya anak-anak kecil yang tak jarang bekerja untuk mengamen, Dean terkadang jadi ragu untuk memberi uang, alasannya mereka terlalu kecil untuk dibuat haus akan uang dengan kerjaan seperti itu. “Memang sih mungkin anak-anak itu berniat untuk membantu orang tuanya, namun yang saya takutkan dengan saya memberi nantinya mereka jadi kebiasaan”, jelas Dean mengungkapkan keraguannya untuk memberi uang pada anak-anak yang mengamen. “Memang sih, balik lagi ke lingkungan keluarganya”, ucap Dean yang disambut anggukan ringan dari saya. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama yang sangat penting untuk membentuk pribadi yang lebih tangguh untuk melanjutkan kehidupan yang lebih baik dan karena faktor ekonomi tadi, kadang lingkungan keluarga bisa menjadi lingkungan kewaspadaan bagi siapapun.

Berita Hard News

Tabrak Minibus, Pria ini Akui Tak Sadar


BANTAR GEBANG- Jum’at dini hari terjadi kecelakaan tunggal antara pengendara sepeda motor dengan minibus di jalan Macem, tepatnya di depan jalan masuk area Sekolah Model Insan Madani. Kecelakaan terjadi ketika pengendara sepeda motor melaju kencang tanpa menyadari bahwa ada minibus yang hendak berbelok memasuki area sekolah dari arah berlawanan. “Jadi emang saya ngga lihat kalo ada mobil putih ini mau belok, ya ngeliat ngga ada mobil ya saya gas terus motor saya. Ngga sadar sama apa yang terjadi, tau-tau udah nabrak aja”, ungkap Hendra (40) menjelaskan kronologi sebelum motornya menubruk bagian kiri pintu penumpang minibus itu. Sedangkan dari pihak minibus menyatakan bahwa ia telah menyalakan lampu sen-lampu penunjuk arah belok sebelum benar-benar berbelok. “Saya sudah nyalakan sen kok sebelum tak belok, tapi ya emang saya ndak lihat motor ini. Sama seperti mas ini, saya tiba-tiba kaget aja ada bunyi keras dari bagian kiri”, jelas Parman (45) dengan logat khas jawa-nya menjelaskan. Mengingat sekolah merupakan area publik, tidak sedikit yang menyarankan agar ditambahkannya sarana polisi tidur pada jalan yang terdapat di depan area sekolah. Setidaknya berharap agar kecelakaan seperti ini tidak terjadi lagi.

Selasa, 06 Oktober 2015

Sejarah Jurnalistik

Secara etimologis jurnalistik atau jurnalisme (journalism) berasal dari kata journal (Inggris) atau du jour (Prancis) memiliki arti catatan harian atau catatan mengenai kejadian sehari-hari atau juga diartikan sebagai surat kabar harian. Kata journal dan du jour sendiri berasal dari bahasa Latin, yaitu diunalis yang memiliki arti ‘harian’ atau ‘tiap hari’. Dan berdasarkan perkembangan saat ini, jurnalistik dapat didefinisikan sebagai seluk-beluk mengenai kegiatan penyampaian pesan atau gagasan kepada khalayak atau massa melalui media komunikasi yang terorganisasi.

Perkembangan jurnalistik sudah terjadi dari zaman Romawi kuno, yakni sekitar 60 tahun Sebelum Masehi (SM). Dan Acta Senatus atau Acta Diurna Populi Romawi merupakan nama media yang dahulu muncul sebagai media pernyataan umum atau yang bisa kita kenal sekarang ini dengan surat kabar. Sedangkan Actuari merupakan sebutan bagi si pencatat berita dan pada Forum Romanum biasanya Acta Diurna ditempel. Dalam perkembangannya Acta Diurna banyak digemari oleh semua pembacanya, bahkan Acta Diurna yang diterbitkan oleh Julius Caesar pada tahun 59 SM dan ternyata tetap bertahan selama empat abad sampai runtuhnya kekaisaran Roma pada tahun 476 Masehi. Dengan berlandaskan teori tersebut para pakar menyebut masa sebelum Acta Diurna sebagai Masa Prajurnalis dan masa setelah Acta Diurna sebagai Masa Jurnalis.

Mengenai sejarah jurnalistik, tentu surat kabar yang tercetak pertama merupakan sumber sejarah pula. Di Venesia dan Roma merupakan negara pertama yang menerbitkan surat kabar tertulis, yang mereka sebut dengan Gazetta. Kemudian pada tahun 1450 Johann Gutenberg menemukan mesin cetak, sedangkan surat kabar tercetak terbit pertama kali pada abad ke-17 (1609) dengan nama Relation di Staarsburg oleh Johan Carolus. Selanjutnya Belanda (1618) memiliki surat kabar dengan nama Courante van Uyt Italien Duytshlandt ec yang diterbitkan oleh Casper van dan Tydinghen Uytverscheyde Quartihen (1618 dan 1619) yang diterbitkan oleh Broer Jauszoon. Di Inggris pada tahun 1622 surat kabar tercetak  diterbitkan oleh Nicholas Bourne dan Thomas Archer diberi nama Currant of General Newes, dan di Prancis surat kabar tercetak diberi nama Gazette de France yang diterbitkan oleh seorang dokter yang bernama Theopraste Renaudof pada tahun 1631, di Italia surat kabar tercetak baru dapat ditemui pada tahun 1626, di Leipzig surat kabar tercetak terbit dengan nama Leipziger Zeitung, sedangkan di Jerman sudah ada 24 surat kabar tercetak yang umumnya masih terbit mingguan sebelum tahun 1640-an. Dari surat kabar yang bersifat mingguan, kemudian adanya kemajuan yakni terbitnya surat kabar harian, seperti :
1.    Daily Courant di Inggris tahun 1720;
2.    Journal de Paris di Prancis tahun 1777;
3.    Daily Advertaiser di AS (Philadephia) tahun 1784;
4.    Algemeen Handelsblad di Belanda tahun 1830;
5.    Sourabaya Courant di Hindia Belanda tahun 1837;

Di Indonesia sendiri, surat kabar pertama terbit setelah 7 tahun Belanda menerbitkan surat kabar pertamanya. Tepatnya di Surabaya dan keadaan bangsa Indonesia masih dalam masa penjajahan. Ini merupakan sejarah singkat mengenai sejarah persuratkabaran dunia di masa jurnalis.










Daftar pustaka : Barus, S. W. 2010. Jurnalistik; Petunjuk Menulis Berita. Jakarta: Penerbit Erlangga.